Tag Archives: jerusalem
The Jewish Temples: the Temples of Jerusalem in Islam
Ini menjelaskan makna ungkapan para ulama bahwa khalifah itu adalah produk manusia, maksudnya ia adalah akad dalam Islam sebagaimana akad-akad lainnya yang terjadi atas dasar kerelaan, yang mesti memiliki syarat-syarat dan tujuan, karena jika tidak maka itu akan hanya tinggal sebatas nama. Imamah Al ‘Uzhma dan kekhilafahan adalah sesuatu yang memiliki wujud dan dapat diketahui maknanya, ia bukanlah bagian dari ibadah mahdhah (personal) seperti shalat, dzikir, haji dan puasa, namun ia memiliki makna sebagaimana yang dikatakan oleh semua ahli fiqh, “Pekerjaan imamah itu bergantung dengan kemaslahatan rakyat”. Dari sini dapat diketahui bahwa segala sesuatu yang ada di dalam permasalahan ini adalah milik umat, bukan milik orang lain. 1. Sesuatu itu dapat menjadi bernilai ketika ia dapat menjalankan kewajiban-kewajiban dan ia bermakna. Dengan akad ini, maka sang imam akan memiliki kekuatan yang dapat digunakan untuk menjalankan tugas, umat Islam-lah yang menjadi kekuatannya. 7. Jenis dari akad ini adalah akad wakalah, yaitu umat mewakilkan kepada seseorang untuk menjadi imam agar ia menjalankan pekerjaan imamah dan kepemimpinan. Maka syarat imamah al ‘uzhma adalah adanya keridhaan, yaitu sebagaimana yang beliau katakan: “…
Arti akad menurut syariat sendiri sebenarnya adalah harus ada dua orang yang melakukan akad, objek akad, dan shighat (lafal) akad, ini adalah rukun-rukun akad sebagaimana yang tertulis di dalam buku-buku ulama kita dan sebagaimana yang dipelajari oleh para siswa. Dan jika niat awal dari pengumuman ini adalah karena kecenderungan terhadap hawa nafsu (yang saya maksud adalah pengumuman mereka bahwa Jabhah Nushrah adalah kepanjangan tangan mereka dan cabang mereka di Suriah) bagaimana bisa itu terus dilanjutkan? Maka apabila ada rukun yang hilang dari akad, maka batallah akad tersebut, tidak ada yang perlu saya tambahkan dalam pembahasan ini. Saya akan membahas tentang pembahasan Imamah Al ‘Uzhma dalam fiqh Islam dari sudut pandang yang tidak seperti biasanya. Landasannya adalah kaedah fiqh berikut: “Sesuatu yang dilarang oleh syariat karena dzatnya, maka larangan itu tidak diterapkan pada sebagiannya saja”, maksudnya adalah: apa yang tidak terbagi yaitu hilangnya dzat syar’iyah, bagi siapa yang memahaminya, maka ia akan tahu bahwa hilangnya tugas-tugas imamah dari si imam yang telah dibai’at berarti menunjukkan hilangnya arti dari keimamahan yang sah sesuai syariat. Bagi para analis, mereka dapat melihat perkembangan hawa nafsu tadi di dalam rentetan kejadian, mulai dari pertama hingga pada hari ini, bagaimana bisa secapat itu ia tumbuh, hingga menjadi seperti sekarang ini, yaitu deklarasi khilafah yang bid’ah.
Lihatlah tumpukan kesalahan yang berkumpul di dalam aliran ini, orang yang mengikuti hawa nafsunya akan mendekati tumpukan tersebut hingga antara dirinya dengan saudara-saudaranya akan ada kerenggangan, selanjutnya ia akan mencari-cari kesempatan untuk mencela dan mengeluarkan uneg-uneg yang ada pada dirinya. Karena maksud dari imarah itu terelisasi pada diri orang yang di bai’at tersebut bukan pada orang selain dia. Jika seseorang dikatakan dengan selain hal ini, kemudian ia menerimanya, maka ia telah menyalahi nalurinya. Dosa-dosa Ash Shiddiq dihapuskan karena tingginya maqam beliau di hadapan para sahabat lainnya, dan ini adalah realisasi dari sabda Nabi Muhammad SAW: “Allah menolak (selain dia) dan orang-orang mukmin enggan (kekhilafahan untuk selain Abu Bakar)”. Orang yang memiliki ambisi untuk berkuasa terganjal jalannya, sedangkan orang yang terjangkiti dengan kebid’ahan tidak lekas disembuhkan dengan ilmu, dan bagi mereka orang-orang seperti ini dapat dimanfaatkan untuk mencapai kekuasaan dan menguatkan barisan. Perisai ini haruslah ada yang menjadi alat bantunya, alat bantu tersebut adalah apa yang dinamakan Asy Syaukah (kekuatan) dan At Tamkin (kekuasaan). Ini adalah jawaban ringkas yang ditujukan kepada orang yang bodoh, lalu ia mengklaim bahwa At Tamkin (memiliki kekuasaan) adalah syarat yang batil dalam syarat-syarat mendirikan khilafah, dan jawaban yang sifatnya dialog kepada orang yang menguasai ilmu fiqh dan ushul fiqh, bukan kepada orang yang tidak menguasainya.
Di dalam hadits ini disebutkan dua hal yang dapat mewujudkan arti seorang pemimpin yaitu: “orang berperang di belakangnya” dan “berlindung kepadanya”. 1. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, orang berperang di belakangnya dan belindung kepadanya”. 2. Sudah menjadi hal yang maklum di dalam fiqh syariat, yang juga telah dijabarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam mukadimah Minhajus Sunnah, imamah itu adalah akad yang dilakukan antara umat dengan imam. Jika tugas-tugasnya tidak dilakukan maka hilanglah eksistensinya. Shahih Bukhari. Sebelumnya Al Faruq telah mengetahui bahwa ada beberapa orang yang merasa keberatan dengan apa yang ia katakan tentang bai’at kepada Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu, dan ia berjalan tidak sesuai dengan maknanya, maka Umar langsung menjawabnya: “Sesungguhnya ia memanglah sementara, dan Allah telah memaafkan dosa-dosa beliau”. 4. Objek akad dari imamah adalah menegakkan hukum, melindungi wilayah, berdakwah kepada Allah, dan berjihad. Kalau saja Rasulullah SAW mewasiatkan imamah kepada seseorang, kemudian umat menyelisihinya dan membai’at orang selainnya, maka yang layak jadi imam adalah orang yang di bai’at oleh umat bukan yang di wasiatkan oleh nabi, meski umat berdosa karena menyelisihi wasiat belaiu. 3. Ibnu Taimiyah menunjukkan di dalam keseluruhan perkataannya, bahwa imamah bukanlah jabatan yang ditentukan oleh Allah, akan tetapi ia adalah bentukan manusia.